Nur Rahmat | Penulis |
Bakalbeda.com - Takdir dan kebebasan adalah tema sentral dalam perdebatan teologis agama Islam, khususnya yang berkaitan dengan kehendak Tuhan dan kebebasan manusia.
Perdebatan ini muncul pada masa awal Islam, ketika para pemikir mulai menggali lebih dalam mengenai hubungan antara kekuasaan mutlak Tuhan dan tanggung jawab manusia.
Dalam konteks ini, berbagai aliran pemikiran berkembang, berusaha menjelaskan bagaimana manusia dapat bertindak bebas sementara tetap berada dalam kehendak ilahi yang tak terbatas.
Ini mencerminkan upaya untuk memahami keseimbangan antara predestinasi ilahi dan kebebasan individu, yang menjadi landasan penting dalam diskusi teologis selama berabad-abad.
Dalam sejarah pemikiran Muslim, pertentangan ini melahirkan dua aliran besar yang saling bertentangan, yaitu paham Qadariyah dan Jabariyah.
Paham Qadariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ma'bad al-Juhani pada abad ke-8, yang menekankan kebebasan manusia dalam menentukan perbuatannya.
Sementara itu, Jabariyah dikembangkan oleh Jahm bin Safwan, yang menegaskan bahwa segala sesuatu termasuk perbuatan manusia berada di bawah kendali mutlak Tuhan.
Perdebatan antara kedua aliran ini mencerminkan upaya para pemikir Muslim untuk memahami hubungan antara kehendak Tuhan dan tanggung jawab manusia.
Qadariyah: Kebebasan Manusia di Atas Segalanya
Qadariyah menitikberatkan pada kebebasan manusia dalam menentukan takdirnya, dengan pandangan bahwa manusia memiliki kehendak bebas yang mandiri dari campur tangan Tuhan.
Bagi penganut Qadariyah, tanggung jawab moral manusia hanya bermakna jika mereka memiliki kebebasan dalam menentukan perbuatannya.
Mereka menolak pendapat bahwa Tuhan ikut campur tangan dalam menentukan setiap detail nasib dan kehidupan manusia secara mutlak, karena konsekuensi dari pandangan ini adalah tidak adanya keadilan Tuhan dalam memberikan pahala dan hukuman.
Meskipun demikian, pendapat ini mendapat banyak kritik. Penekanan pada kehendak bebas manusia dianggap mengurangi kekuasaan Tuhan sebagai pemegang otoritas mutlak atas manusia.
Bagaimana mungkin manusia memiliki kuasa mutlak, sementara Al-Quran menjelaskan dengan tegas bahwa segala sesuatu tidak bisa lepas dari kendali kekuasaan-Nya?
Jabariyah: Segalanya di Tangan Tuhan
Di lain pihak, Jabariyah berpendapat bahwa manusia sepenuhnya berada di bawah kendali Tuhan.
Menurut Jabariyah, setiap perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sehingga manusia tidak ubahnya seperti boneka yang dikendalikan oleh kehendak Tuhan.
Segala sesuatu tidak lepas dari pengendalian Tuhan secara mutlak, sehingga kehendak bebas manusia hanyalah ilusi.
Meski menekankan keesaan dan kekuasaan Tuhan yang bersifat absolut, pandangan ini menghadapi kritikan karena terkesan mengabaikan tanggung jawab manusia sebagai individu.
Jika manusia tidak memiliki kuasa atas perbuatan dan tindakannya, bagaimana mungkin ia dapat dimintai pertanggungjawaban?
Tentunya tidak adil jika manusia dihukum karena suatu perbuatan yang berada di luar kendalinya.
Mencari Keseimbangan
Perdebatan tentang paham Qadariyah dan Jabariyah bukan hanya pertentangan ranah teologis belaka, tetapi juga masuk ke ranah etika, tanggung jawab, dan keadilan.
Paham Qadariyah menyandarkan pendapatnya bahwa manusia memiliki hak untuk menentukan takdirnya sendiri, sementara Jabariyah berkeyakinan bahwa manusia tidak punya kehendak bebas sedikit pun, tetapi segalanya telah digariskan oleh Allah.
Di tengah perdebatan antara dua paham yang bertolak belakang ini, muncullah Imam Asy’ari sebagai pemikir Islam klasik yang memberikan suatu pemikiran yang lebih seimbang.
Menurut Imam Asy’ari, manusia memang memiliki kehendak bebas, tetapi tidak lepas dari kerangka kehendak Allah.
Konsep ini disebut kasb (usaha), di mana manusia tetap bertanggung jawab atas perbuatannya, meskipun kekuatan atas terwujudnya perbuatan tersebut bersumber dari Tuhan.
Relevansi Qadariyah dan Jabariyah di Era Kontemporer
Paham Qadariyah dan Jabariyah tetap relevan di zaman modern karena dapat membantu manusia dalam menghadapi dinamika kehidupan yang kompleks.
Dalam kehidupan, kita sering berhadapan dengan dilema antara pasrah menghadapi takdir atau berusaha memperjuangkan keadaan yang lebih baik.
Misalnya, ketika seseorang gagal, timbul pertanyaan apakah ini adalah takdir yang tidak bisa diubah atau hasil dari usaha yang tidak maksimal.
Paham Qadariyah memberikan dorongan untuk tidak cepat putus asa dan terus berjuang memperbaiki nasib.
Sebagai contoh, pada masa kekhalifahan Umayyah, para pengikut Qadariyah menekankan pentingnya tanggung jawab individu terhadap nasibnya sendiri, yang memotivasi banyak orang untuk aktif dalam bidang pendidikan dan perdagangan.
Di era modern, semangat Qadariyah dapat terlihat dalam gerakan-gerakan sosial yang mendorong kemandirian dan pemberdayaan individu, seperti program kewirausahaan dan pendidikan yang mengajarkan bahwa nasib dapat diubah melalui usaha keras dan ketekunan.
Dalam dunia karier dan pendidikan, manusia harus bekerja keras, berusaha, dan terus meningkatkan potensi keilmuan untuk mencapai tujuan.
Prinsip ini menginspirasi kemandirian dan optimisme bahwa tidak ada yang mustahil selama ada keinginan untuk berusaha.
Di sisi lain, Jabariyah mengajarkan berserah diri kepada Tuhan sebagai bentuk keyakinan bahwa segala sesuatu berada di bawah kekuasaan Tuhan.
Pandangan ini membantu menerima kenyataan tanpa merasa terpuruk ketika usaha maksimal tidak membuahkan hasil.
Jabariyah mengajarkan sifat tawadhu dan bersyukur, memahami bahwa pasti ada hikmah di setiap peristiwa.
Menutup Refleksi
Keyakinan akan takdir dan kebebasan manusia dalam Islam adalah dua pandangan yang saling melengkapi. Takdir mencerminkan kebesaran dan kemahakuasaan Allah, sementara kebebasan manusia mencerminkan tanggung jawab kita sebagai individu yang memiliki pilihan.
Dengan memahami bahwa Allah memberikan kebebasan untuk berusaha dalam wilayah ketentuan-Nya, kita menyadari bahwa hidup adalah gabungan antara usaha dan keberserahan diri.
Konsep ini menuntun kita untuk tidak berputus asa ketika menghadapi kesulitan dan tidak menyombongkan diri atas keberhasilan, karena semua terjadi atas kehendak-Nya.
Penulis: Nur Rahmat
0 Komentar