Breaking News

Khawarij dan Murji’ah: Konseptual, Historisitas, Ajaran Dan Refleksi Dalam Konteks Kekinian

Mustawi
Mustawi | Penulis 

Bakalbeda.com
- Khawarij secara terminologi adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat terhadap Ali bin Abi Thalib.

Ali bin Abi Thalib ini menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.

Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa pemberian nama khawarij didasarkan atas firman Allah, yang di dalamnya disebutkan; “Keluar dari rumah lari kepada Allah dan RasulNya”.

Sebagaimana pandangan Khawarij sendiri bahwa mereka adalah orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dalam perspektif hoistoris, dasar awal yang menyebabkan munculnya golongan Khawarij adalah arbitrase (tahkim).

Pengamat Barat W. Montgomery juga mengajukan hipotesa tersebut sebagai gambaran asal mula sekte-sekte Islam.

Sejalan dengan pandangan ini adalah apa yang Harun Nasution kemukakan bahwa wacana tentang perbuatan dosa besar yang mulanya dikonsepkan oleh Khawarij menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam, yaitu Khawarij, Murji’ah, Jabariah dan Qadariah.

Secara kultural kelompok ini sendiri sebagian besar berasal dari suku badui yang nota benenya punya kekuatan fisik yang kuat namun secara intelektual lemah.

Pendapat lain mengatakan bahwa munculnya kelompok ini merupakan efek dari konspirasi licik (penggunaan segala macam cara untuk mencapai tujuan) yang dimainkan oleh Muawiyah dengan mengacungkan Alquran di ujung pedang dan pertanda bahwa ia pun berpegang teguh terhadapnya.

Abu Hasan Asy‘ari berpendapat bahwa pemikiran Khawarij dibangun berdasarkan salah satu dari, yaitu:

Pertama, keputusan umum Khawarij terhadap Ali bin Abi Thalib dan para pemimpin sebelumnya berikut tindakan mereka;

Kedua, kewajiban al-Khuruj (memberontak; revolusi) terhadap penguasa zhalim.

Adapun doktrin-doktrin ajaran khawarij, yaitu sebagai berikut:

  • Semua umat Nabi Muhammad yang melakukan dosa besar dan berlangsung terus sampai dia mati maka orang tersebut dihukumi kafir. 
  • Dapat tidak mengikuti aturan kepala negara jika kepala negara tersebut melakukan penghianat atau dzolim. 
  • Adanya esensial dari iman yang merupakan faham amal soleh. Mereka selalu melakukan jihad kepada pemerintah dan masyarakat pada umumnya. 
  • Apabila ada seorang masyarakat yang dapat menyelesaikan masalah sendiri, maka iaman itu tidak lagi diperlukan.

    Akan tetapi masyarakat tidak bisa dalam menyelesaikan masalahnya sendiri maka golongan khawaruj mewajibkan semua manusia selalu berpegang teguh pada keimanannya. 

Ajaran Khawarij telah menginspirasi banyak gerakan radikal dalam sejarah Islam, tetapi juga menghadapi kritik keras dari kalangan ulama dan umat Islam pada umumnya.

Beberapa refleksi kritis atas ajaran mereka antara lain:

  1. Ekstremisme dan Intoleransi: Sikap takfir Khawarij yang mengkafirkan sesama Muslim karena dosa besar dianggap sebagai penyimpangan dari ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin.

    Islam mengajarkan toleransi dan kasih sayang, serta memberi ruang bagi taubat dan perbaikan diri, bukan penghukuman mutlak.

  2. Pemahaman Tekstual yang Kaku: Khawarij sering kali dianggap salah dalam memahami ajaran Al-Qur'an secara harfiah tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan realitas kehidupan umat Islam.

    Pemahaman mereka terhadap ayat "Tidak ada hukum kecuali hukum Allah" dianggap tidak sejalan dengan ajaran Islam yang lebih luas tentang musyawarah, keadilan, dan penerapan syariat secara bertahap.

  3. Kekerasan sebagai Solusi: Penggunaan kekerasan dalam menegakkan ajaran agama menjadi salah satu ciri khas Khawarij yang paling kontroversial.

    Banyak ulama menganggap bahwa kekerasan bukanlah jalan yang benar dalam menyelesaikan perbedaan pandangan dalam agama, dan bahwa dialog serta toleransi adalah solusi yang lebih sesuai dengan semangat Islam.

  4. Dampak Sosial-Politik: Kehadiran Khawarij sering kali memecah belah umat Islam, baik di masa lalu maupun dalam konteks kekinian.

    Gerakan-gerakan yang terinspirasi oleh Khawarij sering kali menciptakan ketidakstabilan politik dan sosial di berbagai wilayah Muslim. 

Selanjutnya terkait murji’ah, ini dapat diartikan orang yang melakukan penundaan penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah serta pengikutnya yang lain dihari kiamat nanti.

Dengan demikian Murji’ah ini juga dapat diartikan sebagai kelompok teologis dalam sejarah awal Islam yang muncul sebagai hasil dari perdebatan dan perselisihan teologis mengenai konsep dosa dan iman.

Terdapat beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Salah satu teori mengenai awal mula kemunculan Al-Murji’ah yaitu adanya teori pertama yang mengatakan bahwa irja’ atau arja’a dikembangkan sebagian sahabat yang bertujuan untuk dapat mempersatukan dan membuat kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian mengenai persoalan potitik serta menghindari sektarianisme.

Adapun adanya Murji’ah ini diperkirakan muncul bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Pokok-pokok pemikiran ajaran Murji’ah adalah sebagai berikut: 

  • Adanya pengakuan iman maka cukup ada di dalam hati. Adapun pengikut golongan ini tidak dituntut untuk membuktikan keimanan dalam  diterima di kalangan Murji’ah itu sendiri.

    Karena iman serta amal perbuatan seseorang dalam islam merupakan satu kesatuan yang harus selaras dan berkisanambungan.

  • Selama seseorang masih meyakini dua kalimat syahadat, maka seseorang muslim yang berdosa besar tidak dihukumi kafir.

    Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkan hukuman di akhirat.

  • Pada dasarnya aliran Murji’ah terbentuk atas penolakannya terhadap aliran Khawarij yang menjustifikasi seseorang secara langsung bahwa ia adalah seorang yang telah keluar dari ajaran-nya atau disebut kafir.

    Lain halnya dengan Murji’ah yang memandang bahwa letak kafir atau tidaknya seseorang hanyalah Allah semata yang mengetahuinya yang membawa mereka pada sikap husnudzon terhadap sesama muslim.

Berikut adalah beberapa refleksi ajaran Murji’ah dalam konteks saat ini:

  1. Toleransi dan Moderasi dalam Beragama

    Salah satu refleksi penting ajaran Murji’ah dalam konteks modern adalah penekanan pada sikap toleran dan moderat terhadap perbedaan pandangan.

    Murji’ah berusaha untuk tidak menghakimi secara langsung orang-orang yang melakukan dosa besar, melainkan menyerahkan penghakiman tersebut kepada Allah pada Hari Kiamat.

  2. Pendekatan Pluralisme dan Hubungan Sosial

    Murji’ah dapat dihubungkan dengan nilai-nilai pluralisme, terutama dalam masyarakat modern yang majemuk, di mana perbedaan keyakinan, budaya, dan pandangan hidup sering kali menjadi sumber konflik.

    Prinsip Murji’ah yang menunda penghakiman mengajarkan bahwa penilaian akhir hanya ada di tangan Tuhan, sehingga manusia tidak boleh berbuat sewenang-wenang dalam menghakimi keimanan atau tindakan moral orang lain.

  3. Pengakuan Keberagamaan

    Dalam konteks sosial kekinian, ajaran Murji’ah dapat mendorong sikap saling menghargai di antara umat manusia yang berbeda.

    Alih-alih fokus pada siapa yang "benar" atau "salah" secara dogmatis, Murji’ah mengajarkan kita untuk melihat bahwa hubungan antarindividu harus dibangun berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sayang, bukan sekadar dogma yang kaku.

  4. Pemahaman Iman dan Amal dalam Kehidupan Modern

    Dalam ajaran Murji’ah, iman dianggap tetap dan tidak tergoyahkan oleh tindakan-tindakan buruk yang dilakukan oleh individu.

    Ajaran Murji’ah mengajarkan pentingnya memberikan kesempatan bagi individu untuk memperbaiki diri.

  5. Etika Politik dan Hukum

    Dalam konteks politik, ajaran Murji’ah yang menghindari penghakiman langsung dapat mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi modern, di mana hukum dan penghakiman dilakukan berdasarkan proses hukum yang adil, dan tidak langsung didasarkan pada pandangan moral yang absolut.

  6. Refleksi Terhadap Pendekatan Terhadap Dosa dan Kesalahan

    Ajaran Murji’ah menyoroti pentingnya tidak menganggap dosa besar sebagai akhir dari keimanan seseorang.

    Dalam konteks kekinian, ini bisa mencerminkan sikap yang lebih pemaaf dan membuka ruang untuk pemulihan.

  7. Pencegahan Terhadap Penghakiman Prematur

    Dalam kehidupan beragama, ajaran Murji’ah mencegah munculnya penghakiman prematur yang berpotensi merusak hubungan sosial.

    Dalam era digital, misalnya, dengan maraknya informasi palsu dan fitnah, ajaran ini menekankan pentingnya untuk tidak langsung memvonis seseorang tanpa fakta yang jelas.

Penulis: Mustawi (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar), mustawij@gmail.com dan Prof. Dr. H. Mustari Mustafa, M.Pd.(Guru Besar Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar)


0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2023 - Bakal Beda